Senin, 06 April 2015

Lebam

Entah mengapa membiru. Membiru lalu menggerutu. "Sudahlah ia pasti tahu" gumamku dalam hati. Tat kala ada kaleng kosong bekas minuman bersoda ku tendang kuat-kuat. Happpp...
Terdengar suara kaleng itu jatuh, prankkk. Ku lihat kaleng itu remuk redam tak berbentuk tabung lagi. Rasanya aku menganalogikan tabung itu hatiku. Setelah diteguk nikmat-nikmat dibuang dan masih di tendang. Lebam sudah, lebam dan bernanah didalamnya. Tapi jika aku menikmati lebamnya aku tak dapat apa-apa. Ku biarkan lebam mengangga itu. Tak seorangpun tau sakitnya itu meski terseok-seok ku dibuatnya. Ada orang lewat ia hanya melihatku kemudian berlalu. Pandangannya menusuk ulu hati
Mengapa hanya aku yang rasakan? Apakah ia tak rasa ini sakit sangat?
Kurang meringis apa aku merasakan sakit hingga gigi berdecit. Tapi ingat itu ibumu,itu bapakmu dan itu sodaramu sanggup memapahmu di kegaduhan. Masih ada pula ia yang lamat-lamat memandangmu dari kejauhan tak untuk memapahmu tapi untuk mendoakanmu. Terlihat diwajah kau berkata semoga yang entah ku semogakan lekas berbenah dan bangkit. Banyak tugas yang harus di bahagiakan dan dibiasakan.

Gerakan Amin Mengamini..

Mungkin kata amin dan mengamini masih jauh dari anganmu. Harapku tuk sebuah perubahan dan gerakan amin mengamini nampaknya masih harapan semu di pelupuk mata. Harapan yang tak kunjung tersebut masuk dalam list hidupmu. Itu artinya aku tak boleh bersantai. Segera move on bukan karena apa-apa atau siapa-siapa. Move on aku lakukan sebatas memantaskan diri di hadapanNya. Kelak jika Ia siap menghadiahiku, aku sudah pantas. Pantas tuk melangkah ke hari baru yang penuh denganmu di hari-hariku. Tidak boleh bosan tidak boleh benci karena mungkin separuh atau lebih hidupku akan dihabiskan denganmu. Dengan ia yang semula bukan apa-apa atau siapa-siapa kemudian harus selalu bersama dan tinggal bersama. Tuhan.. aku sedang persiapkan itu semua saling amin atau mengaminkan nantinya aku serahkan hasil akhirnya PadaMu. Aku pasrah bongkokan.

Rabu, 01 April 2015

Stasiun

Pagi ini aku bergegas berlari amat kencang menuju stasiun tujuanku.
Stasiun yang di kala itu aku meninggalkan hatinya tertatih lemah.
Sesampainya di sana kosong, seorang nenek renta menghampiri dan bertanya.
"Nak,siapa yang kau cari?" Tanya Nenek padaku. Dengan sesekali aku menghela nafas sisa lariku tadi aku coba menjawab. "Hmm ndak tau nek tiba-tiba hatiku ingin sekali singgah di sini" jawabku dengan terengah-engah. "Mau minum nak? Nampaknya kau binggung sekali?" tanyanya sembari tersenyum. "Ndak usah nek saya ada minum" jawabku sembari membalas senyumnya. Akupun berpamitan dan mencoba masuk ke salah satu gerbong kosong. Gerbong yang dulu pernah aku ambil gambarnya. Gerbong berkarat dan bau kencing ini pernah jadi saksi saat kita tertawa lepas. Keluar dari gerbong aku berjingkat di atas rel. Aku menyusurinya hingga sampai di persimpangan. Persimpangan yang selalu kita terobos meski lonceng portal sudah berbunyi. Hmm.. senangnya kala itu..
Jika sisa sisa ketersiaan harus di iklaskan,bagiku sisa sisa ketersiaan harus di perjuangkan. Sisa mungkin menjijikan tapi pasti ada ruang di situ. Ruang tuk bertumbuh sementara atau selamanya.

Tak Harap Tak Nyata..

Lelah...
Itu yang terbersit..
Ingin menyerah???
Tidak..
Aku hanya ingin rehat sejenak..
Hati dan otak sudak tumpul karena terkoyak..
Ingin rasa menyeruak tapi tak buatmu nyaman..
Aku harus pintar-pintar mengolah dan memanage..
Yaa self management atau other self management..
Entahlah aku tau jalan ini keliru, harusnya aku tak lewat jalan ini..
Ini terlalu berputar-putar..
Namun lelah sudah tuk kembali kejalan lainnya..
Ini sudah jauh,mereka yang aku kenal terlihat jauh karena menganggapku berbeda..
Tapi mau dikata apalagi? Perasaanku sudah ditelanjanginya aku malu tak tau harus apa?
Apa.. menyeka air mata? Sampai menangispun ku tak rasa..
Ini sendu..
ini syahdu..
Cerita yang layaknya sedih namun harus tetap di nikmati hingga berakhir bahagia (mungkin).